Mengetahui Penyebab Pusing Sebelah Mana pada Pasien Darah Tinggi

Mengetahui Penyebab Pusing Sebelah Mana pada Pasien Darah Tinggi

Hipertensi, atau darah tinggi, adalah kondisi kesehatan umum yang terjadi ketika tekanan darah dalam pembuluh darah meningkat abnormall. Meskipun sebagian besar orang dengan hipertensi tidak memiliki gejala, namun beberapa orang mungkin mengalami sakit kepala, pusing, dan mual. Dalam artikel ini, kita akan membahas penyebab pusing sebelah mana pada pasien dengan hipertensi, serta cara mengelolanya.

Penyebab Pusing pada Pasien dengan Hipertensi

Pusing seringkali dianggap sebagai gejala umum untuk pasien yang memiliki gangguan kesehatan. Beberapa pasien yang memiliki tekanan darah tinggi jangka panjang, kadang kala merasakan kepala berdenyut atau sakit kepala yang lebih sering terjadi pada pagi hari.

Namun, pusing dapat terjadi setiap saat. Terdapat beberapa penyebab yang umum terjadi bagi pasien dengan tekanan darah tinggi yang memicu pusing, termasuk:

1. Kelainan Hati

Tekanan darah yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan pada hati yang nantinya memicu terjadinya kenaikan produksi amonia. Hal ini menyebabkan pasien mengalami gejala seperti sakit kepala, pusing, dan kebingungan. Maka, penderita hipertensi sebaiknya melakukan pemeriksaan rutin untuk mengetahui kondisi hatinya dan menghindari proses perburukan.

2. Kelainan Otak

Pasien dengan hipertensi rentan terhadap terjadinya benturan pada kepala. Hal ini diperparah dengan kenyataan bahwa mereka juga memiliki kondisi pembuluh darah yang melibatkan tekanan tinggi. Cedera pada kepala akan memperburuk kondisi pembuluh darah dan meningkatkan risiko stroke dan kerusakan otak.

3. Kelainan Jantung

Tekanan darah yang tidak terkontrol pada jangka panjang memicu pembentukan plak di pembuluh darah. Akibatnya, pasokan oksigen ke otak terganggu dan memicu terjadinya pusing dan sakit kepala yang lebih parah pada pasien hipertensi.

4. Obat-an

Banyak pasien hipertensi harus mengonsumsi dalam jangka panjang yang tidak bisa dihentikan begitu saja tanpa pengawasan medis. Beberapa apa saja yang biasa digunakan untuk mengelola tekanan darah seperti Beta Blocker, Anti Inflamasi Non-steroid, dan Vasodilator bisa memicu terjadinya pusing dan sakit kepala pada pasien hipertensi.

Cara Mengelola Pusing pada Pasien dengan Hipertensi

Mengelola pusing pada pasien dengan hipertensi memerlukan kerjasama dan pengawasan antara pasien dan dokter yang menanganinya. Segera temui dokter jika Anda mengalami pusing secara konstan. Berikut ini adalah beberapa metode yang dapat membantu mengelola pusing pada pasien hipertensi:

1. Istirahat Sejenak

Istirahat sejenak atau tidur siang selama beberapa menit setiap beberapa jam mungkin dapat membantu mengurangi keadaan pusing secara keseluruhan.

2. Hindari Aktivitas yang Memicu Pusing

Jika pusing datang silih berganti, cobalah untuk menghindari aktivitas yang memicu munculnya pusing, seperti menjelajahi ruangan yang terlalu gelap atau membaca dalam posisi tubuh yang tidak stabil.

3. Tingkatkan Asupan Air Minum

Pasien dengan hipertensi harus menghindari konsumsi minuman stimulan seperti teh dan kopi dan memilih untuk minum air putih setiap saat. Ketidak seimbangan elektrolit yang disebabkan oleh dehidrasi dapat memicu terjadinya pusing.

4. Terapi Oksigen

Jika keadaan pusing dan sakit kepala sudah parah, dokter mungkin merekomendasikan terapi oksigen untuk meningkatkan pasokan oksigen ke otak.

5. Obat-an

Dalam banyak kasus, dokter mungkin meresepkan penghilang rasa sakit seperti parasetamol atau NSAID, seperti ibuprofen atau aspirin, untuk mengatasi pusing.

Kesimpulan

Pusing sebelah mana pada pasien dengan hipertensi sangatlah umum terjadi, namun perlu diingat bahwa kedua gejala tersebut tidak selalu terkait. Beberapa pasien mungkin mengalami gejala lain seperti mual dan pusing kepala. Oleh karena itu, pasien dengan hipertensi harus selalu memantau kesehatannya dan menjaga tekanan darah dalam batas yang normal. Jika Anda mengalami pusing secara konstan, sebaiknya segera temui dokter untuk melakukan pemeriksaan fisik agar bisa dilakukan penanganan sesuai diagnosa pasien.